Jumat, 05 Januari 2024

Puisi : Rampung

Rampung

Oleh: Wike Atol Jannah


Rampung,

tentu bermakna ganda.

Cukup berarti,

atau hanya sia-sia?

 

Rampung,

Tidak ditunggu.

Tidak pula terburu-buru.

Tidak hanya perkara selesai.

Tanpa kesan dan pesan.

 

Rampung,

Semakin tertunda,

hasilnya akan luarbiasa.

Sebab, sabar tiada duanya.

 

Tentang rampung adalah usai.

Bertahan bukan menunggu,

ialah cinta paling liar.

Sebab tabah adalah kuncinya.

 

Rampung.

Bukan jalan untuk mengakhiri

Juga titik akhir cerita.

Selamanya rampung adalah episode baru, dalam hidup.

 

Note:         

Rampung menurut KBBI ialah selesai, beres, usai. Dalam konteks budaya Jawa, rampung tidak hanya dimaknai segala sesuatu yang telah usai, namun sebagai sebuah usaha atau proses sungguh-sungguh, dengan perasaan tanggung jawab dan integritas. https://www.motorcomcom.com/2023/10/rampung-basa-kramane.html 

Senin, 05 Juni 2023

Resensi Buku Non Fiksi


RESENSI BUKU
Menjadi Muslimah yang Kritis

Identitas buku 
Judul              : NALAR KRITIS MUSLIMAH Refleksi atas Keperempuanan, Kemanusiaan,       dan Keislaman.
Penulis               :  Dr. Nur Rofiah, Bil, Uzm. 
Penerbit              : Afkaruna
Tebal buku         : xiii + 223 halaman
Ukuran               : 13 x 20,5 cm 
Tahun terbit        : 2020, cetakan 1
Genre                 : Nonfiksi 

       Tidak lagi menjadi rahasia umum bahwa akhir-akhir ini ramai topik mengenai perempuan diperbincangkan. Baik yang bersifat positif ataupun juga bersifat negatif bagi perempuan itu sendiri. Sebagai korban, pelaku hingga tidak ada perbedaan antar keduanya. Pandangan paradoks dan ambigu perempuan, terkadang masih sama. Ditengah hingar-bingar dunia yang serba canggih, terbuka dan modern. Lantas apa yang selayaknya digaungkan kembali dengan keadaan perempuan yang seperti ini, jika bukan pola pikir yang harus dibenahi. Sebagai seorang perempuan yang terlahir islam, tiada kata cukup untuk bersyukur sebab berada dilingkungan yang tidak lagi jahiliyah. Aamiin, semoga selalu benar adanya. Namun, juga pemikiran yang terbuka, luas dan luwes dalam menyikapi keadaan zaman sangat diperlukan. 
       Islam yang telah diturunkan di bumi Arab menjadi saksi perhelatan Rasulullah SAW dengan kebodohan serta minimnya kemanusiaan saat itu. Menegakkan keadilan demi menumpas ketimpangan, ketidakmanusiawian bangsa Arab sebelum Islam ditegakkan. Membebaskan eksploitasi manusia besar-besaran, salah satunya perempuan telah tersemat dalam makna Tauhid yang menjadi syarat keislaman. Hanya dengan buku bercover abu-abu berbahasa yang santai, renyah namun menusuk ke njeru ati katanya, pantas kalian miliki dan pahami maknanya. Khususnya bagi kalian perempuan.
       Buku yang dirangkum dari kumpulan caption panjang WA, IG, FB, twitter milik penulis yakni Ibu Nur Rofiah seakan mengajak kita kilas balik terkait perjuangan perempuan. Sejak terbelenggu oleh budaya yang tidak berperikemanusiaan, hingga memaknai pengalaman perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Terbagi dalam tiga bagian penting, sehingga terdiri dari, subbab pertama yakni dengan judul agama untuk perempuan, subbab kedua berjudul memahami yang transenden, hingga subbab terakhir yakni kemanusiaan sebelum keberagaman. 
       Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai seorang manusia, tidak kurang dan tidak lebih ia adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan dilengkapi oleh akal dan hati. Artinya dalam berperilaku dan berpikir seharusnya sama-sama menggunakan nalar yang kritis. Bisa dikatakan Berpikir sebelum bertindak, dan jangan kebanyakan mikir sehingga lama untuk bertindak. Sehingga dapat imbang menggunakan akalnya untuk kritis menyikapi berbagai macam permasalahan baik yang menyangkut perempuan atau laki-laki. Keduanya, yakni laki-laki dan perempuan sama-sama berkewajiban untuk saling menjaga dan memahami. Laki-laki memahami pengalaman perempuan, begitupula sebaliknya. 
       Sebagaimana telah disampaikan oleh pegiat gender yang aktif dalam Lingkar Studi Kajian Gender Islam ini, perempuan memiliki dua pengalaman yang jika keduanya sama-sama diperhatikan dan maklumi, maka terpehunilah keadilan hakiki perempuan. Pengalaman tersebut yakni pengalaman biologis berupa menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Adapun pengalaman sosial, berupa diperolehnya stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan dan beban ganda sebab menjadi perempuan. Bagi Ibu Nur Rofiah perspektif keadilan hakiki perempuan dianggap telah terpenuhi yakni saat pengalaman biologis perempuan tidak semakin sulit, atau malah memberatkan perempuan. Begitupula dengan pengalaman sosial perempuan, tidak boleh ada satupun yang dialami oleh perempuan, sebab menjadi perempuan. 
       Tegas dan jelas telah disampaikan melalui buku terbitan afkaruna ini, bahwa keimanan seseorang menjadi langkah awal untuk dapat memanusiakan manusia. Perbincangan mengenai urgensi keimanan, meyakini Allah hanya satu-satunya yang berhak dan pantas disembah adalah gerbang utama agar manusia mampu bersikap moderat dan adil. Sebagaimana yang telah disampaikan dalam subbab kedua dengan judul memahami yang transenden. Judul-judul yang menarik serta ulasan yang singkat, akan mudah kita pahami dengan membaca buku ini. Contohnya perihal Tauhid. 
       Tauhid sebagai titik tolak pembebasan manusia dalam buku ini menjadi kata kunci yang seringkali diulang dalam setiap artikel. Sebab dari memahami dan mengimplementasikan keTauhidan yang benar, seseorang tidak mudah menjadikan selain Tuhan menjadi tuhan yang layak disembah. Seperti kepemilikan mutlak perempuan oleh laki-laki. Jika sebelum Islam perempuan sepenuhnya milik laki-laki. Kemudian Islam hadir menghapus yang demikian sebab tidak ada yang pantas menjadi Tuhan selain Allah SWT. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan hanyalah sebatas Khalifah Fil Ardh. Bukan tuhan yang pantas berkuasa. Tugas yang melekat pada diri setiap manusia yakni laki-laki dan perempuan hanya menyembah Allah, dan berbuat baik terhadap sesama (takwa). 
       Sama halnya dengan Tauhid begitupula dengan iman dan takwa, kedunya kerap kali diulang-ulang menjadi landasan penting yang selalu di ingatkan hingga perlu dicetak tebal dalam buku tersebut. Sebab dengan keimanan yang tinggi akan dihasilkan ketakwaan yang penuh. Semakin percaya bahwa Tuhan Yang pantas disembah adalah Allah Sang Maha Kuasa, maka seluas-luasnya hidup manusia akan dipenuhi dengan kemaslahatan, nihil kiranya jika akan menyekutukan Allah sehingga tidak bisa memanusiakan sesama manusia. 
       Allah SWT selalu berfirman dalam kalamNya untuk senantiasa ber- amar ma’ruf nahi mungkar. Maka dengan ini penting kiranya sebagai perempuan untuk bersikap kritis terhadap dirinya. Berbuat baik, menjadi lentera ditengah gelapnya zaman tidak hanya kewajiban seorang laki-laki. Perempuan sudah seharusnya juga bisa bertindak, memberi warna, perubahan, menjadi tauladan bagi semua orang. Tulisan ini yang katanya diawali dengan sebuah agenda besar dan penting bagi perjuangan perempuan yakni Kongres Ulama Perempuan, mengisyaratkan bahwa kealiman seseorang juga tidak dikotomi. Laki-laki dan perempuan posisinya sama dihadapan Allah SWT, pantas jika keduanya sama-sama berlomba atas nama takwa. 
       Kehadiran Islam terbuka seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin berbuat maslahat (kebaikan) atas nama Allah SWT. Aku bermanfaat, maka aku ada. Begitu kiranya yang disampaikan Ibu Nur Rofiah dalam buku ini. Seakan selalu memberi lampu hijau terhadap semua cita-cita dan mimpi manusia, baik laki-laki dan perempuan. Saya rasa tidak akan pernah ragu jika kita selalu ingat konsep setara yang telah digaungkan Islam sejak berkibar di tanah Arab. 
       Insya Allah terkupas semua dalam buku Nalar Kritis oleh pegiat Gender dari Pamulang, meskipun tanpa footnote karena hanya tulisan sederhana, saya harap buku ini juga dicantumpakan daftar pustaka, sebab rujukan penting kiranya. Kesan terakhir, buku ini unik, sebab pemilihan judul artikel yang menarik di dalamnya juga menjadi daya tarik saya dalam membaca. Kalian harus baca!!! Dari hal yang paling mendasar, umum, hingga khusus dan berbagai tips tersemat. Mau menjadi Muslimah yang kritis? Muslimah yang ideal? Dengan membaca buku ini, kalian akan sadar betapa banyak hal penting yang harus kita sadari, dan kita kritisi untuk kedepannya. Temukan jawabannya di buku ini.... 

Jumat, 19 Mei 2023

Setelah Dua Tiga Datang : Apakah ditahun ini kamu masih terlahir secara biologis?


Setelah Dua Tiga Datang : Apakah di tahun ini kamu masih terlahir secara biologis?

Menjadi sebuah kebutuhan intelektual membaca dianggap sebagai langkah awal untuk membuka gerbang dunia. Gak hanya dengan membaca dunia atau peristiwa. Dengan buku kita bisa memahami apa-apa yang belum kita ketahui. Salah satunya memahami apa yang ada di dalam dunia. Yaa, seperti yang akhir-akhir ini mimin lakuin. Selain karena memang tertuntut SKRIPSI. OWWW tidak mimin harus lebih banyak membaca bukuuu. Setidaknya alhamdulillah de, banyak ilmu, teori dannn realita yang seharusnya mimin sadari sejak dulu. 

   Okey dalam tulisan kali ini mimin bakalan sedikit cerita, sama ngasih spoiler salah satu buku mimin. Judulnya Nalar Kritis Muslimah Refleksi atas Keperempuanan, Kemanusiaan, dan Keislaman ditulis oleh Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Buku yang terdiri dari tiga subbab ini merupakan kumpulan tulisan ibu Nur Rofiah mulai dari Story Wa, Fesbuk dan instagram. Sehingga mempengaruhi gaya kepenulisan yang baku namun sederhana dan renyah. Itu bagi mimin sih 🙂Buku dengan jumlah halaman 222 ini mimin rasa juga tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis. Jadi Recomended!! Buat klean-klean. 

       Nah, salah satu bagian yang mau mimin spoiler yakni tulisan dengan judul Sehari Dalam Setahun. Pas banget dengan janji mimin mau ngeluncurin tulisan dengan judul Setelah Dua Tiga Datang ( Jugaaa pas bangett mimin bacanya di halaman 130 dalam subbab kedua setelah Ulang Tahun mimin dongg :’) 

    Ada beberapa poin terpenting yang harus kita catat dalam tulisan ini yakni: kelahiran manusia yang ternyata nggak hanya sekali best. Konon katanya manusia bisa lahir berkali-kali. Kalau menurut bu Nur Rofiah dalam buku ini : pertama, manusia terlahir secara biologis. Jadi pas waktu pertama kali manusia dilahirkan ke dunia ini, itulah yang disebut kelahiran biologis. Kedua, kelahiran sosial. Ini ni yang mulai agak berat :v . Arti dari kelahiran sosial yakni ketika manusia mulai menyadari keberadaan orang lain. Hmm,, kalau mengaca dari teorinya om Freud si (wkwkw) manusia mulai mengerti orang lain semenjak ia memasuki tahap phalik yakni masa dimana seseorang mengenal dunia luar. Btw, kalau kamu udah mulai ngerti orang ganteng atau orang cantik bisa jadi udah ngerasain masa phalik. So, sejak kita terlahir secara sosial, maka sudah seharusnya kita mengerti dan paham bahwa manusia ialah makhluk sosial. Jangan jadi manusia yang cuman mau nya sendiri besti.. wkwkwk. Kalau nggak yaa, segeda apapun umurmu berarti kamu masih belum terlahir secara sosial. huhuhu :(

 Selanjutnya kelahiran intelektual. Dikelahiran ini kamu dan aku (jadi kita dong) wkkwkw :v sudah memahami arti penting akal sebagai manusia. Dalam konsep kesholehan Sosial contohnya, bagi mimin manusia bisa dianggap udah sholeh sosial bilamana ia bisa menggunakan akalnya untuk hal-hal yang bermanfaat. Artinya manusia yang udah terlahir secara intelektual tentu ia sudah bisa menjadikan akalnya untuk hal-hal yang baik. Memberikan manfaat seluas-luasnya, tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang lain. Sebab, manusia yang berintelektual dia gak hanya menang sendiri besti. Memikirkan kebaikan untuk diri sendiri itu bukan banget orang yang berintelektual. Catat ya! Dihalaman 89 Ibu Nur Rofiah menyampaikan 

“ Menjadi baik itu harus. Tetapi merasa sudah baik apalagi merasa paling shaleh atau shalehah, jangan! Sebab nanti bisa berhenti berproses dan menjadikan diri sendiri sebagai standar shaleh tidaknya orang lain.” 

       Hhmm, sudah dipikir nih. Kira-kira kita sampai saat ini hanya terlahir secara biologis, atau sudah terlahir secara sosial tapi tidak berintelektual ? atau gimana gimana....

  Terakhirr bingitt :) Yakni terlahir secara spritual. Kalau Cuma mengenal Tuhan, tetapi belum bisa mengimplementasikan kehidupan dengan keberadaan Restu Tuhan mah gampang. Seperti halnya lain dihati, lain pula dilisan. Terlahir secara spritual susah untuk kita ukur. Menghadirkan keberadaan Zat Allah dalam kehidupan kita. Yakin bahwa hanya dengan restu-Nya kehidupan dunia akan terjadi, sehingga senantiasa berbuat baik atas nama-Nya. Naudzubilllah semoga kita dijauhakn dari sifat buruk, lebih-lebih melakukan kejahatan atas nama-Nya. 

   Sebagai manusia yang udah diberi mandat sebagai Khalifah fil Ardh sudah sepantasnya kita untuk terus intropeksi diri dan berikhtiar. Kalau lahir secara biologis udah pasti, sekali seumur hidup. Maka kelahiran sosial, intelektual serta spiritual lagaknya harus kita upgrade selalu.  Sebab kalau lahir secara biologis kita pasti dibantu oleh bidan, dokter, dukun :v (kalau masih ada si), tapi ketiga tipe kelahiran yang sifatnya dari kesadaran kita? seperti yang udah dibahas sejak tadi... Harus banget kita sadari setiap waktu. Jangan hanya nunggu setahun dengan momen ulang tahun. Btw mimin bersyukur banget karena sebenernya mimin baru sadar, dan untuk kedepannya harus selalu sadar. Sejauh ini mimin udah dilahirkan secara apa? 

    Untuk klean-klean yang udah baca tulisan ini, klean udah dilahirkan berapa kali nich? Ups :v  Udah lahir secara sosial gak? Intelektual ? spritual? .. GAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BERUBAH KOK :v

Semangat, semangat terus untuk menjadi orang baik!

Jumat, 05 Mei 2023

Sebelum dua tiga datang.


Cermin yang tak terlihat
Bukan untuk ditangisi dimana sang puan
Tapi, untuk menikam 
Siapa sebenernya puan

Bersama hujan yang mengguyur 
Dengan basuhan angin
Semoga hilang 
Seluruh kebatilan

Besok. 
Kuharap tak bertemu lagi puan
Namun kutemui lagi putri kecil
Penyejuk hati semua orang

Seperti yang lalu
Bukan yang telah berlalu
Tapi, yang masih ada dalam dirimu 
Puan, sebelum 23 datang. 


05 Mei 2023.
Bondowoso. 


Kamis, 20 April 2023

Hari Kartini

Secangkir Rindu

By Wike Atol Jannah

Sepucuk surat tiba, 

merpati perantaranya. 

Bersama jingga yang kian merona. 

Ia berkata, 

kertasmu telah usang tak berwarna, 

berdebu bahkan menjamur. 

Tapi mengapa ceritamu tak kunjung nyata?

Kamu telah mengutarakan segala keluh dan kesah dalam aksara. 

Tapi, tak ada satu solusi pun yang terlaksana. 


Aku tertegun, 

berkhayal dalam lamunan. 

Benar!

Aku terlena, 

terlalu menikmati dunia. 

Tak punya nyali tuk memberi warna, 

Jangankan dunia, tuk hidup lebih bermakna saja tak ada. 

Selalu saja hanya wacana. 


Swastamita setengah baya, 

kian meredup, bahkan lesu membuka mata. 

Aku bersama secangkir rindu, 

kuseduh kopi dalam-dalam, 

kunikmati aroma dalam setiap teguk. 

Tersenyum manis wanita disana, 

habis gelap terbitlah terang. 

Kuresapi makna setiap diksi 

Ahh. Tak perlu disesali. Saatnya beraksi. 


Lampau, 

aku terlalu banyak rima dalam berbagai cerita. 

Hingga lupa bahwa kini emansipasi sudah fakta. 

Tak perlu takut tuk bernarasi panjang di depan orang-orang terkemuka. 

Asal niat bakti terpatri kuat dalam rasa. 

Juang berbingkai cinta. 

Terbalut manis oleh asa. 

Agar tak ada lagi, hanya sebuah kata yang tertulis. 

Namun senyum manis dari hati terlukis. 

Berwarna dalam setiap langkah taat yang dinamis. 


Untukmu ibu. 

Terimakasih, secangkir rindu 

memberiku mimpi baru. 

Tak hanya duduk melamun menikmati selalu. 

Namun, kembali melangkah untuk maju. 



21 April 2021.

Direvisi 21 April 2023.


Jumat, 13 Agustus 2021

Puisi : Terimakasih

 

                                                                                


                                                                        Terimakasih 


1095 hari 

Atsar kenang dari si Gagah tak bernyali

Tentang jarak,

Setiap menit yang terselip rindu

Namun, tak  menuai temu

Perjumpaan kala itu

Tersirat salam hangat

Tentang,

Gelak tawa yang mencakrawalakan cerita

Meniadakan tangis yang sempat mengering

Mendamaikan dedaunan dengan syahdu

Akupun tersenyum.

Terimakasih

Atas kesekian menit dan detik 

Pertemuan dua pasang retina 

Tanpa aba-aba

Temu bukanlah obat 

Rindu bukan pula penyakit

Namun, keduanya adalah cinta

Yang memberi tanpa kembali

Biarkan kehendak Tuhan yang menyampaikan 

Bahwa candu membuatku rindu

Namun, takdir temu adalah impian

Yang tak harus di dapatkan

Sepatah dua patah kata dariku

Terimakasih 

Tanpa kembali kasih

                                                                    “pernah rindu”

                                                                   Bondowoso_2020





Senin, 09 Agustus 2021

Essay : Bukan Soal Tubuh, tetapi Ruh

 

Bukan Soal Tubuh, tetapi Ruh.

 “Selama berabad-abad peradaban manusia telah membuat gambaran tentang perempuan dengan cara pandang ambigu dan paradoks. Perempuan dipuja sekaligus direndahkan. Ia dianggap sebagai tubuh yang indah bagai bunga ketika ia mekar, tetapi kemudian  dicampakkan begitu saja begitu ia layu. Tubuh perempuan identik dengan daya pesona dan kesenangan seksual. Tetapi dalam waktu yang sama ia dieksploitasi demi hasrat diri dan keuntungan materi…” ( KH.Husein Muhammad)

            Perempuan adalah manusia sama halnya laki-laki. Islam mendefinisikan perempuan sebagai makhluk Allah yang memiliki banyak keistimewaan. Sebagai seorang anak perempuan merupakan emas permata bagi kedua-orang tuanya, sebagai seorang isteri ia adalah sebaik-baik dari perhiasan dunia dan sebagai seorang ibu ia adalah surga bagi anaknya. Perempuan sebagaimana makhluk Allah dicipatakan sama halnya seorang laki-laki yang dilengkapi akal untuk berpikir, naluri yang memiliki rasa dan tubuh yang juga bisa bergerak dalam ruang dan waktu.

            Dalam Masyarakat Arab tubuh perempuan harus dilindungi dan ditutup rapat-rapat, sehingga banyak ditemui hanya terlihat dua buah bola mata. Tubuhnya terlarang menantang laki-laki karena konon dalam diri perempuan menyimpan sesuatu yang amat berharga. Sehingga tubuhnya begitu ketat dalam tata tertib kehidupan. Ruang geraknya sempit, karena kemanapun seorang perempuan keluar, maka semua akan terkontrol dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dalam konteks tradisi keagamaan, seluruh perbincangan tentang tubuh perempuan merujuk pada dua kata sakti, yakni Qiwamah AL-Rajul (kepemimpinan laki-laki) dan al-fitnah.[1]

            Qiwamah AL-Rajul (kepemimpinan laki-laki) kata ini disebut dalam teks suci yang paling otoritaif (paling abash) bahwasanya dengan adanya kata ini relasi gender dibangun di segala ruang dan waktu. Kata kedua al-fitnah dalam konteks gender sering kali dimkanai sebagai kata yang menyudutkan perempuan sebagai sumber fitnah, sumber godaan hasrat, pemicu kerusakan/kekacauan sosial, dan semua hal yang menjerumuskan laki-laki ke jurang nestapa. 

            Pandangan bahwa perempuan sumber petaka dan kesialan bagi laki-laki sesungguhnya tidak hanya diperbincangkan oleh kalangan masyarakat Islam. Dalam dunia Eropa penganut agama Kristen juga memperbincangkan hal yang demikian, bahwa perempuan juga dianggap sebagai makhluk yang hanya pemuas hasrat dan selalu dianggap memiliki tingkah moral yang kurang. Sehingga laki-laki harus mengawasi setiap tingkah laku perempuan, dan perempuan diciptakan untuk taat terhadap laki-laki. St. Agustinus (354-430) bapak spiritualitas dunia Barat, memgingatkan jamaahnya bahwa “melalui seorang perempuan dosa pertama datang, dosa yang membawa kematian bagi kita semua”. [2]

            Pandangan-pandangan paradoks kemudian meningkat, ambigu sekaligus penuh nuansa merendahkan, menguasai dan memberikan penindasan bagi kaum perempuan. Bahwa apa yang dilihat dari Bunga yang mekar ini hanya hasrat dari tubuh, seks dan bilogisnya saja. Sehingga pandangan ini disebut sebagai pandangan patriarkisme.[3] Patriarkisme yakni paham yang menempatkan bahwa laki-laki pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran politik, sosial, budaya dan ekonomi. Faktanya keadaan tersebut hanya akan terus menjadi beban bagi pergerakan perempuan. Namun kenyataanya, setelah kita rasakan secara perlahan asumsi-asumsi yang mengatakan perempuan selalu berada dibelakang layar, saat ini mulai berbalik dan perempuan sebenarnya memiliki akal intelektual yang mampu menciptakan suatu hal yang juga bisa menggagas dunia, jiwa perempuan juga bisa melukis dan menari-nari, hati nurani yang bisa mencinta dan merindu, serta energy fisik yang memberi dan mengabdi tanpa lelah untuk kehidupan dan bekerja bagi tanah air. Terbukti dengan terbukanya dunia pendidikan terhadap perempuan serta public yang juga menempatkan perempuan di posisi tinggi, seperti gubernur, menteri, petinggi dsb yang membuktikan bahwa ia tak hanya menjadi pemuas hasrat belaka, atau “babu” (bahasa kasarnya)  yang hanya dirumah saja. 

            Dalam sejarah yang panjang, pandangan dan pikiran bahwa perempuan selalu  diperbincangkan oleh satu persoalan yakni tubuh, lambat laun akan menggerus dan hanya akan melukai dan menghancurkan berjuta tubuh perempuan. Sehingga akan mencabut ruh, jiwa, pikiran dan energi perempuan. Bangunan kokoh yang seharusnya tinggi menjulang diguncang oleh kebutaan perempuan sendiri akibat ribuan omong kosong yang hanya menjatuhkan intelektual yang cukup mendalam.

            Namun dewasa ini, dunia telah digemparkan oleh gempuran-gempuran dahsyat dari kehidupan modern, kebudayaan dan peradabannya. Sebuah sistem dimana demokrasi tidak lagi mengkambing hitamkan perempuan dan tubuhnya. Hal ini merupakan sistem kehidupan bersama yang terbuka bagi setiap individu sembari meniscayakan tanggung jawab  dan penghargaan terhadap martabat manusia. Sehingga diberikannya hak-hak terhadap kaum perempuan dalam kesetaraan gender. Melalui hal ini maka perlu dibedah kembali bahwasanya gender tidak harus lagi bicara soal tubuh manusia yang sejatinya telah tercipta sedemikian rupa anatominya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahwa laki-laki dan perempuan adalah makhluk kreasi Tuhan.

            Lantas ketika berbicara tentang Gender, yakni tentang apa yang menggerakkan tubuh manusia. Hal-hal yang membuat manusia mengaktualisasikan dan mengespresikan tubuhnya. Segala hal yang menjadikan ia bisa memilih, menampakkan kegembiraan, suka dan duka hidupnya jika bukan karena Ruh. Dengan kata lain, gender akan selamanya berbicara tentang ruh, akal dan energi faktual yang ada dalam individu sehingga dapat dengan mudah mengespresikan dan mengaktulisasikan dirinya dalam dunia.[4] Bahwa sejatinya ruh-ruh perempuan sendirilah yang perlu dibangun dan dibangkitkan, karena ruh akan terlahir dari hati yang suci dan bersih

            Sebagai perempuan muda yang saat ini telah banyak dijamu oleh berbagai literatur, terlebih Islam merupakan agama yang terlahir sebagai rahmat alam semesta. Sudah sepantasnya kita mengidupkan kembali ruh-ruh yang mulai hilang ini. Tidak ingatkah bahwa banyak sejarah atau bacaan lampau yang menceritakan tokoh-tokoh penggerak dari kaum perempuan sendiri. Telah terekam dalam kaset sejarah Islam bahwa perempuan memilki kapabilitas dan integritas yang juga mampu dalam memimpin. Seperti Khadijah Isteri Sang Nabi, yang merupakan direktur dan pebisnis kain terbesar pada masanya, Aisyah-seorang istri Nabi-yang pernah memimpin dan menjadi panglima perang, Asma binti Abu Bakar menjadi pemimpin keluarga yakni mencari nafkah di publik. Disisi lain sebagai seorang istri yang senantiasa patuh terhadap sang suami, kita bisa menilik bahwa terdapat salah seorang tokoh muslim sejati yang tetap kokoh dengan perannya sebagai seorang isteri walau sang suami memiliki sifat yang bertolak belakang. Asiyah tetap menghormati sang suami walau tidak memimilki pemahaman yang sama, dan ia tetap tergerak hatinya dalam jiwa sosial demi menyelamatkan bayi musa.

            Maka sudah sepantasnya sekarang dan kedepan untuk mencoba tidak mendiskriminasi dan melarang perempuan untuk berdialog di depan publik, ataupun menjadi pemimpin Mengutip dari pendapat Musdah Mulia bahwa ia mengatakan “menghadapi dominasi nilai-nilai budaya Patriarki dan situasi diskriminatif agenda perempuan dalam politik hendaknya dimulai dari kegiatan-kegiatan penyadaran. Terutama merubah cara pandang dan pola pikir masyarakat tentang penting nya menjamin kesetaraan, pemenuhan hak asasi manusia, supremasi hukum dan keadilan.”

            Sebagai mana al qur’an dengan sangat indah sekaligus mencengankan memberikan ruang terhadap perempuan: “Ba’dhahum ‘ala Ba’dh” (sebagian mereka diatas bagian yang lain). Kitab suci ini tidak mengatakan:“seluruh laki-laki atas seluruh yang lain.” Maka dapat ditafsirkan bahwa sepanjang orang baik laki-laki ataupun perempuan yang hendak mengeksplorasi, mengembangkan, dan menjulang potensi dirinya dan ruang diluar dirinya maka tidak ada yang menghalang-halanginya, karena keunggulan kapasitas itu akan tampak terang benderang.

            Dengan demikian sudah pantas dan tepat untuk menggerakkan kembali ruh-ruh yang hilang tersebut. Sebagai perempuan tentu kita tidak boleh memiliki semangat yang kecil, nyali yang surut. Pertanyaanya jika demikian, layakkah seorang Ibu yang disebut-sebut sebagai madrastul ula bagi anak-anaknya tidak memiliki ilmu dan pemahaman yang luas? Pengalaman yang berharga? Lalu apa yang akan kita ceritakan pada anak-anak kita nantinya?

Salam pergerakan!

Tinggalkan Rebahan J

           

           

           

 



[1] Muhammad Husein, Haeruddin Mamang, Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan, Jakarta : PT Gramedia 2014, hlm 88

[2] Anthony Synnott, Tubuh Sosial,Simbolisme,Diri dan Masyarakat, , Yogyakarta: Jalasutra cet II 2007, hlm 72

[3] Muhammad Husein, Haeruddin Mamang, Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan, hlm 90

[4] Muhammad Husein, Haeruddin Mamang, Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan, hlm 93